Ini terbukti, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat, Indonesia berada di urutan ketiga di dunia sebagai negara dengan ‘keluarga tanpa ayah’ atau sering disebut fatherless country. Fenomena fatherless ini disebabkan karena tingginya peran ayah yang hilang dalam proses pengasuhan anak.
Pemerhati Parenting Islam Ustadz Zaky Ahmad Rivai mengakui fakta tersebut. Namun ia mengingatkan bahwa Alquran sebagai pedoman hidup umat Islam telah mengajarkan bagaimana ayah sangat berperan dalam pengasuhan anak. Menurutnya, Allah SWT sebagai pencipta manusia tentu sangat memahami karakter laki-laki dan perempuan. Maka dari itu Ia mengajarkan lewat Alquran bagaimana seharusnya Ayah mengasuh anak-anaknya.
“Allah SWT sangat-sangat mengetahui ciptaannya seperti apa, laki-laki atau bapak-bapak itu harus diajarin, begini lho cara ngomong sama anak. Jadi, di Alquran beberapa kisah itu menceritakan bagaimana bapak dengan anak berbicara,” tuturnya di podcast Hallo Bunda yang tayang di Youtube Official Generos.
Seolah mengiyakan data dari KPAI, ustadz Zaky menyatakan bahwa memang selama ini rata-rata komunikasi antara ayah dan anak masih sangat minim. Maka dari itu, Allah SWT sebagai pencipta manusia sangat memahami akan seperti ini. Sehingga Alquran lebih banyak mengajarkan bagaimana ayah berbicara dengan anaknya.
Seperti diketahui, Alquran memberikan contoh dialog antara ayah dan anak jauh lebih banyak ketimbang dialog antara bunda dan anak. Dialog antara ayah dan anak di Alquran sebanyak 14 kali, sedangkan dialog antara bunda dan anak hanya dua kali, dan satu kali dialog antara orang tua dan anak yang tidak disebutkan namanya.
Maka dari itu ustadz Zaky menjelaskan salah satu cara untuk mengatasi fatherless dalam keluarga yaitu komunikasi. Bukan hanya sekadar basa-basi, namun berkomunikasi dengan anak secara intens meskipun sudah disibukkan dengan mencari nafkah.
Ia mengaku sering pergi ke luar kota karena tuntutan pekerjaan, sehingga mau tidak mau waktu dengan anak terbatas. Namun seharusnya itu bukan menjadi penghalang bagi kedekatannya dengan anak-anaknya. Setiap akan pergi ke luar kota ia selalu berpamitan dengan anak-anaknya dan mengajak berkomunikasi, seperti “nanti kalau Uba pulang mau apa?”
Dengan begitu maka anak-anak akan tahu bahwa meskipun ayahnya sering pergi meninggalkan mereka namun ayahnya masih ingat dan tetap perhatian dengan mereka. Ini dibuktikan dengan oleh-oleh yang dibawakan sesuai permintaan anak-anak pada saat sebelum berangkat.
Selain itu juga penting untuk memberikan fasilitas yang memadai kepada anak. Menurutnya penting adanya fasilitas untuk melekatkan bonding antara ayah dan anak. Fasilitas tersebut tentunya berupa mainan-mainan yang disukai anak-anak dan juga buku-buku bacaan untuk anak. Dengan adanya mainan-mainan tersebut maka ayah dapat dengan mudah mencari ide bermain dengan anak-anak dan dapat mengajarkan pelajaran-pelajaran sederhana kepada anak-anak.
Termasuk saat kita meminta anak untuk diam, misalnya. Ustadz Zaky menyebutkan, jika orang tua meminta anak untuk diam maka juga harus memberikan fasilitas, jadi tidak hanya menginstruksi saja. Yaitu dengan mainan yang dapat mengalihkan perhatiannya ke mainannya tersebut.
Dengan bonding yang kuat maka anak akan merasa bahwa teladan dari ayahnya sudah cukup dan keinginannya terpenuhi. Tentunya keinginan yang tidak hanya dalam bentuk materi saja tapi juga perhatian dan kasih sayang.
Bulan Ramadhan merupakan momentum yang tepat untuk meningkatkan bonding antara orang tua dan anak. Penulis buku “Berjuta Rasa Menjadi Papah Mamah Muda” itu mengatakan bahwa saat bulan puasa wajib untuk melibatkan anak untuk memeriahkannya. Selain untuk meningkatkan bonding antar keluarga juga memberikan pendidikan agama sejak dini melalui ibadah-ibadah di bulan Ramadhan.
Jika anak-anak sudah mulai besar, misalnya sudah berusia 4 tahun ke atas, maka bisa diajak sholat tarawih di masjid. Sebisa mungkin orang tua harus bisa menyebarkan aura Ramadhan ke anak-anak. Seperti puasa itu berarti kita menahan diri dari lapar dan haus, juga amarah. Kita harus mengajarkan ke anak supaya dia tahu kalau puasa itu tidak boleh marah.
Melibatkan anak dalam menyemarakkan bulan Ramadhan juga bisa dengan mengenalkan betapa beratnya sahur, dan betapa berbahagianya berbuka puasa. Dengan begitu maka akan terkesan bahwa memang puasa itu sangat istimewa. Jadi terbangun vibes-nya Ramadhan itu kepada anak-anak.
Tidak hanya komunikasi dan fasilitas untuk meningkatkan bonding, orang tua juga membutuhkan wawasan yang luas agar bisa memberikan pendidikan kepada anak-anak mereka. Seperti yang sudah kita ketahui bahwa ternyata tanggung jawab pengasuhan dan pendidikan anak itu merupakan tugas kedua orang tua, maka ayah dan bunda wajib untuk selalu meng-upgrade ilmu agar dapat mengajarkan agama kepada anak.
“Jadi apabila ada yang mengatakan “ngapain istri sekolah tinggi-tinggi nanti jadi ibu rumah tangga juga” “Iya biar ibu rumah tangganya itu pintar tidak bodoh,” ujar ustadz Zaky.
Memang setiap anak memiliki karakteristik yang berbeda-beda, namun tingkat penasarannya sama-sama tinggi. Oleh karena itu orang tua sebisa mungkin harus bisa menjawab setiap pertanyaan dari anak, yang tentunya dengan bahasa yang dapat dimengerti oleh anak-anak. Maka dari itu untuk menjadi orang tua harus banyak belajar tentang hal tersebut.
Dan jangan sampai kita mengabaikan pertanyaan anak atau bahkan membentak anak saat ia terus menerus bertanya. Karena memang pada dasarnya anak belum tahu dan membutuhkan jawaban dari apa yang ia ingin ketahui, meskipun menurut orang dewasa itu adalah hal sepele.