Perhatian! Cibiran Tetangga dan Keluarga Kerap Hambat Perkembangan Anak

by | Aug 10, 2023 | Tumbuh Kembang

generos.id– Tak bisa dipungkiri, pengaruh budaya dan stereotip sosial mempengaruhi bagaimana dan sejauh mana keterlibatan lingkungan sekitar dalam tumbuh kembang anak. Bahkan, tak jarang cibiran tetangga dan keluarga dapat menghambat perkembangan anak.

Peran ibu yang mendedikasikan waktu, tenaga, dan kognisinya untuk mengasuh anak di rumah, masih dianggap belum setara dengan peran ayah yang bekerja mencari nafkah. Dalam kondisi tidak ideal, ibu sendiri tidak mendapat sistem dukungan yang mumpuni dari keluarga terdekat, lingkungan, tempat kerja, maupun pemerintah.

Pertumbuhan dan perkembangan anak sedari dalam kandungan, paling utama menjadi tanggung jawab ibu maupun ayah. Kerja sama antara keduanya menjadi sangat penting, dan jika sudah kompak maka omongan dari luar yang menyimpang bisa ditepis bersama.

Seperti salah seorang perwakilan orang tua yang anaknya mengalami speech delay, Winda, yang hadir dalam acara Simposium Nasional bertajuk ‘Membaca Fenomena Speech Delay: Pendekatan Multi Pihak’, yang diselenggarakan Generos beberapa waktu lalu.

Ia bercerita bagaimana awal anaknya mengalami masalah, ketika ia pertama kalinya menjadi orang tua.

Baca Juga  7 Permainan Mengasah Otak untuk Anak Usia 3 Tahun

Sejak lahir hingga usia sembilan bulan, semua perkembangan dan pertumbuhan anaknya berjalan baik-baik saja. Sampai akhirnya di usia 18 bulan, anaknya mengalami stuck dan hanya mengulang kata-kata yang sama, artinya kosa katanya tidak bertambah.

“Harusnya bisa menambah dan bisa merangkai buat tiga kata gitu. Aku pikir mungkin memang belum ya, apalagi anak pertama, dan aku masih awam banget waktu itu. Dan kebetulan ibuku dan ibu mertua itu sudah tidak ada semua. Jadi aku membesarkan anakku sendiri dan sebisa aku dengan feeling-ku,” papar Winda.

Cibiran itu Membunuh Mental si Kecil

Dirinya dan suami selalu mencoba menepis omongan tetangga yang mencibir anak mereka. Winda menganggap percuma saja bercerita pada tetangga karena lebih banyak membicarakan hal negatif dulu, dan berimbas kurang baik pada anaknya.

Dan parahnya lagi, para orang tua di lingkungannya juga ikut-ikutan mem-bully anaknya. Hal-hal seperti itu yang diharapkannya bisa ada semacam edukasi untuk semua orang tua. “Padahal dia mau belajar dengan temannya, tapi karena ada satu hal itu (cemooh dari mereka). Jadi lebih baik diam dan takut salah,” katanya.

Baca Juga  Bunda, Ketahui Perbedaan Late Talker dan Language Delay, Apa Itu?
cibiran tetangga membunuh mental anak

cibiran tetangga membunuh mental anak

“Sebegitunya dia belum bisa menambah banyak kata-kata, itu hanya jadi bahan cemooh di lingkungan kami. Bahkan sampai sekarang pun jadi bahan cibiran. Sekarang image mereka bahwa anakku itu belum bisa berbicara dengan baik, dan di lingkunganku setiap anakku main selalu ada komentar ‘ah gajelas dia ngomong apa sih’,” kata Winda lagi.

Besarnya pengaruh komentar dari orang-orang sekitar terhadap tumbuh kembang seorang anak seharusnya dapat menjadi perhatian bersama, tidak hanya orang tua saja. Betapa komentar-komentar yang menurut si pengomentar hanyalah celotehan belaka itu dapat membunuh mental si Kecil.

Seperti yang kita ketahui, jika kesehatan mental anak tidak stabil dapat mempengaruhi tumbuh kembangnya. Maka dari itu banyak sekali yang mengatakan kebahagiaan anak adalah kunci agar tumbuh kembangnya optimal. Bahkan itu juga dapat mempengaruhi psikisnya dalam jangka panjang hingga ia dewasa kelak.

Baca Juga  Pahami Perbedaan Speech Delay dan Apraksia pada Anak

Lebih dari itu, rumah adalah madrasah pertama untuk anak, sebisa mungkin orang tua harus terus optimis dan menyemangati anak-anaknya. Bagaimana tumbuh kembang anak akan kembali lagi pada ilmu orang tuanya. Ketika keduanya sepakat untuk menerima titipan anak dari Tuhan, maka keduanya juga sepakat untuk pengasuhannya.

Komunitas hadir sebagai support system untuk mengedukasi para ibu. Komunitas juga bisa menghadirkan ahli, dokter, atau terapis, dalam sebuah seminar. “Meskipun ibu punya edukasi sebagai orang tua, tapi tetap harus kompak bersama pasangan, nggak bisa ibu berjalan sendiri,” ungkap Co-Founder Komunitas Bingkai Asuhan, Resha Rahmayanti.

Pada intinya, ketika sepakat untuk memilih jadi orang tua dan punya anak, itu harus bekerjasama dengan pasangan. Karena ada istilah, ‘Bikinnya berdua, ngurusnya bersama’. Tapi meskipun demikian, ayah dan ibu memiliki peran berbeda dalam hal berinteraksi dengan anak.

“Interaksi ibu berpusat pada perawatan anak, seperti mengganti popok, memandikan, menggantikan pakaian, hingga memberi makan. Sementara interaksi ayah lebih banyak terlibat dalam bermain yang menimbulkan semangat,” papar Resha lagi.

 

Jangan Samakan Speech Delay dan Late Talker! Ini Dia Perbedaannya

GENEROS.ID - Umumnya, jika sang buah hati tidak kunjung bisa berbicara, biasanya orang tua akan langsung menyimpulkan bahwa bayinya mengalami speech delay. Kemampuan berbicara sendiri dapat dilakukan oleh setiap bayi pada usia yang berbeda-beda, namun ada saja sang...