Jamu menjadi obat tradisional yang telah dikenal secara turun temurun sebagai alternatif obat-obatan bagi masyarakat Indonesia. Namun ternyata tidak semua kalangan masyarakat sudah mengetahui atau masih meragukan tentang khasiat dari obat tradisional ini.
Daftar Isi
Sejarah Hari Jamu Nasional
Dokter Inggrid menjelaskan bahwa penetapan Hari Jamu Nasional ini diperingati sejak 2008 pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Itu karena pada tahun itu dianggap sebagai momentum kebangkitan obat tradisional sehingga kemudian ditetapkan sebagai Hari Jamu Nasional.
Berlatar belakang semakin pudarnya eksistensi jamu di dalam negeri, akhirnya SBY secara resmi menetapkan 27 Mei sebagai hari kebangkitan Jamu Indonesia, sekaligus meresmikan jamu sebagai kearifan lokal milik Indonesia.
Bahkan upaya kebangkitan obat tradisional ini diperkuat juga dengan adanya penambahan ayat baru (pasal 48 ayat 1) pada UU No. 36 Tahun 2009 tentang pengobatan dan perawatan herbal merupakan salah satu upaya pemerintah dalam pelestarian jamu Indonesia.
Ketua Umum PDPOTJI (Perkumpulan Dokter Pengembang Obat Tradisional dan Jamu Indonesia) itu menyebutkan obat tradisional merupakan suatu bahan alam yang digunakan secara turun temurun untuk dimanfaatkan untuk berbagai upaya kesehatan, seperti menjaga kesehatan, mencegah penyakit, dan membantu pemulihan penyakit.
“Obat tradisional itu disebut juga jamu, walaupun awalnya kata jamu berasal dari Jawa, namun dianggap bisa mewakili semua obat tradisional di Indonesia,” tuturnya dalam IG live di akun @ceritageneros tersebut.
Lebih lanjut ia menjelaskan kata kuncinya pada obat tradisional di sini yaitu sifatnya secara turun temurun dari generasi ke generasi sesuai tradisi nenek moyang. Sedangkan pembuktiannya berdasarkan pengalaman empirik, yang terbukti aman dan berkhasiat secara turun temurun.
Perkembangan Jamu dari Masa ke Masa
Obat tradisional bahkan sudah ada sejak peradaban awal manusia. Karena pada zaman dahulu tidak mengenal bahan kimia konvensional dan hanya mengenal bahan-bahan dari alam. Namun kemudian perkembangannya pasang surut dari masa ke masa.
Justru Bangsa Eropa itu tergiur dengan kekayaan bahan alam Indonesia dan ini menjadi salah satu alasan mereka menjajah Indonesia. Tidak hanya untuk bahan makanan tapi juga digunakan untuk obat.
“Makanya mereka mengambil rempah-rempah dari Indonesia ke Eropa untuk diteliti manfaatnya oleh dokter dan farmasis di Eropa,” katanya melanjutkan.
Berawal dari situ kemudian pada masa itu jamu berkembang pesat karena diteliti dan digunakan di Eropa. Namun setelah mengalami ketenaran, obat tradisional ini sempat mengalami kemunduran kembali ketika muncul obat kimia konvensional secara massal di Eropa.
Namun itu bukanlah sebuah titik akhir dari perkembangan jamu, karena setelah itu banyak dokter Indonesia yang baru lulus dari sekolah-sekolah luar negeri kemudian meneliti lagi obat-obat herbal itu.
Salah satu alasan yang mendasarinya adalah sejarah berkembangnya obat tradisional di Indonesia hingga menjadi ‘rebutan’ bangsa lain pada masa penjajahan. Selain itu juga karena industri jamu sudah ada sejak 1918. Yang artinya sejak itu obat tradisional telah diracik dan dikemas secara modern layaknya obat kimia konvensional.

Kandungan Generos
Selanjutnya sampai penjajahan Jepang obat herbal ini juga masih dipakai. Setelah merdeka sampai tahun 1970-an, semakin banyak industri modern memproduksi jamu.
“Sehingga semakin banyak beredar produk bahan herbal yang tidak hanya jamu gendong saja, tapi sudah diracik dan dikemas secara modern seperti Generos ini,” kata konsultan obat herbal yang juga aktif sebagai anggota Dewan Pakar bidang Kesehatan Ikatan Alumni Program Habibie (IABIE).
Selanjutnya obat tradisional kembali mengalami kemerosotan saat obat kimia konvensional mulai membanjiri pasar farmasi di Indonesia. Kondisi itu terjadi pada tahun 1980-1990an, meskipun pada 1990-an itu pemerintah telah mencanangkan penggalakan penanaman tanaman obat-obatan keluarga (toga) di rumah.
Seperti diketahui pada masa pandemi yang berlangsung sejak 2021 itu para pakar medis di seluruh dunia belum mengetahui secara definitif obat apa yang dapat digunakan untuk menangani Covid-19 itu. Sehingga banyak yang berbondong-bondong untuk memanfaatkan obat herbal, tidak hanya di Indonesia tapi di seluruh dunia menggunakan jamu untuk menangani virus baru tersebut.
Keamanan Jamu untuk Anak-anak
Dokter lulusan Universitas Indonesia yang juga berprofesi sebagai dosen ini menjelaskan anak-anak diperbolehkan mengonsumsi jamu atau obat herbal dengan takaran tertentu yang disesuaikan. Bahkan menurut dia sudah aman sejak diperkenalkan MPASI, yaitu saat berusia enam bulan.
Misalnya buburnya diberikan kunyit sebagai perasa tambahan alami. Karena kunyit juga merupakan salah satu bahan herbal. Rempah-rempah yang diberikan pun bisa divariasikan seperti kayu manis, pala, kapulaga dan sejenisnya.
Kemudian ketika sudah bisa dikenalkan dengan rasa agak spicy bisa dikenalkan dengan jahe, lada dan sebagainya. Ketika bayi sudah berusia sembilan bulan atau satu tahun ke atas bisa diberikan temulawak, karena ini rasanya agak pahit.
Adapun untuk madu dan juga madu hutan, tidak disarankan untuk anak di bawah satu tahun karena berisiko mengalami botulisme.
Memang secara umum, menurut kandidat Doktor Filsafat (Ilmu Pengobatan Tradisional Indonesia) Sekolah Tinggi Filsafat Driyakara, Jakarta itu, bahan herbal atau rempah-rempah bisa dikatakan sangat aman.
Tanaman herbal yang digunakan sebagai obat tradisional ini layaknya buah dan sayur yang berasal dari alam, sehingga relatif aman. Tapi yang paling penting adalah bagaimana Ayah dan Bunda bisa mengonsumsinya secara benar dengan takaran dan cara yang benar.
Ketika semuanya sudah benar, ia meyakini biasanya tidak menimbulkan efek samping. Namun jika mengonsumsinya secara berlebihan maka bisa menimbulkan efek samping seperti diare.
Jika jamu yang sudah terdaftar di BPOM maka mengonsumsinya harus sesuai petunjuk pada kemasan. Jika dituliskan tiga kali sehari maka jangan berlebihan. Layaknya obat kimia, jika melebihi dosis akan menimbulkan efek samping dan jika dikonsumsi dengan dosis yang kurang dari anjuran maka efeknya dalam mengobati kurang berasa.
“Untuk mengecek keamanannya maka bisa melihat apakah sudah terdaftar di BPOM. Jika sudah maka dapat dijamin keamanannya baik izin edarnya, kandungannya sampai kadaluarsanya, jadi seharusnya di kemasan ada barcode-nya untuk mengecek izin edarnya untuk memastikan asli atau palsu. karena sekarang banyak beredar produk palsu.”