Mungkin Bunda dan Ayah juga akan merasakan jengkel jika sang buah hati sedang mengalami tantrum, namun hal tersebut adalah hal yang biasa.
Namun, jangan sampai membentak atau bermain tangan jika sang buah hati mengalami tantrum.
Maka dari itu, Bunda dan Ayah harus mengetahui apa saja yang dapat menyebabkan sang buah hati mengalami tantrum.
Daftar Isi
8 Penyebab si Kecil Tantrum
Sebagian besar tantrum disebabkan oleh keunikan personaliti masing-masing anak dan situasi saat itu. Kedua faktor tersebut bertemu dan memicu timbulnya emosi yang begitu besar di dalam diri si Kecil.
Ketika hal itu terjadi, timbullah konflik di dalam diri anak, namun ia belum memiliki kapasitas untuk menghadapi dan mengkomunikasikannya.
Belum lagi ditambah munculnya ego anak untuk lebih mandiri dan memiliki kontrol terhadap lingkungannya.
Nah, saat anak menyadari ia belum bisa mendapatkan keinginannya tanpa bantuan atau keinginannya tidak terpenuhi, emosi si Kecil akan meluap-luap. Maka terjadilah tantrum.
Selain itu, ada beberapa kondisi lain yang umumnya dapat memicu tantrum pada anak, di antaranya:
1. Anak Belum Bisa Mengutarakan Perasaan
Kemampuan berbahasa anak di bawah usia 3 tahun baru mencapai 75%, sehingga sangat wajar jika ia belum mampu menyampaikan apa yang dirasakan dan diinginkan dengan baik kepada Ibu.
Jika sudah merasa frustasi, tidak heran jika ia mengekspresikan apa yang dirasakan dengan tangisan yang menjadi-jadi.
2. Merasa Tidak Nyaman
Saat menangis si Kecil seolah sedang memberitahu orang-orang sekitarnya, “Tolong, aku sedang merasa tidak nyaman dengan tubuhku.”
Untuk bantu si Kecil menghadapi hal tersebut, Ibu dapat mengecek dengan seksama hal-hal yang sekiranya membuat ia merasa tidak nyaman seperti gigitan nyamuk, suhu ruangan yang terlalu panas, lapar, demam, atau popoknya basah.
3. Tidak Mendapatkan Apa yang Diinginkan
Tantrum dapat dipicu oleh keinginan anak yang tidak terpenuhi. Misalkan si Kecil sedang ikut Ibu berbelanja bulanan ke toko dan ia melihat mainan yang menurutnya bagus sekali. Mainan tokoh kartun kesukaannya!
Tentu saja timbul keinginan kuat di dalam diri si Kecil untuk membawa pulang mainan tersebut. Sayangnya, Ibu belum bisa memenuhi permintaan si Kecil karena memang belum waktunya ia membeli mainan baru.
Tapi anak belum bisa mengelola rasa kecewa yang muncul ketika ia tidak boleh membeli mainan tersebut. Maka timbullah tantrum sebagai cara mengekspresikan kekecewaan dan usaha memahami apa yang terjadi.
4. Menghindari Hal yang Tidak Disukai
Ketika harus melakukan hal yang tidak disukai, anak usia dini sangat mungkin mengalami tantrum. Contohnya saat Ibu memberitahu waktu bermain sudah habis dan ia harus pulang ke rumah untuk tidur siang.
Si Kecil kemungkinan besar akan menangis dan memberontak saat di gendong.
5. Kurangnya Waktu Tidur
Tahukah Ibu bahwa waktu tidur kurang ternyata dapat membuat anak berisiko rewel hingga tantrum?
Jadi, pastikan si Kecil mendapatkan waktu tidur yang cukup dan berkualitas, ya, Bu. Balita kurang dari 1 tahun membutuhkan waktu tidur 14-17 jam tidur, termasuk tidur siang.
Sementara itu, balita usia 1-2 tahun membutuhkan waktu tidur 11-14 jam dan balita usia 3-4 tahun membutuhkan waktu tidur 10-13 jam.
6. Durasi Screen Time yang Tidak Sesuai Usianya
Durasi screen time yang berlebihan dapat membuat anak lebih berisiko tantrum menjelang waktu tidur. Anak di usia 1-4 tahun sebaiknya tidak menggunakan gawai lebih dari 1 jam. Makin singkat durasinya akan lebih baik.
7. Gangguan Cemas
Tak hanya orang dewasa, balita juga bisa mengalami kecemasan. Beberapa di antaranya bisa saja mengalami kecemasan akibat stres atau trauma.
Kondisi ini biasanya ditandai dengan sulit tidur atau terbangun di tengah malam akibat night terror (gangguan tidur), hingga sering mengamuk. Jika si Kecil menunjukkan tanda ini, jangan ragu untuk berkonsultasi dengan dokter ya, Bu.
8. Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD)
Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) adalah gangguan perilaku yang membuat anak sulit fokus dan konsentrasi.
Beberapa gejala ADHD yang paling umum terlihat di antaranya adalah anak menjadi hiperaktif, impulsif, dan kurangnya perhatian.
Seorang anak dengan ADHD akan sering merasa frustrasi saat menghadapi situasi yang memicu gejala kondisinya. Hal inilah yang dapat menyebabkan tantrum.***