Jangan Anggap Remeh Penyakit Mental Ibu, Agar Bayi tak Jadi Korban

by | Jun 29, 2022 | Keluarga, Kesehatan Mental

Kesehatan Mental – Beberapa hari ini sedang ramai diperbincangkan kasus bayi yang meninggal dunia di tangan ibu kandungnya sendiri. Bahkan parahnya, kabarnya bayi yang telah meninggal itu ditinggalkan begitu saja untuk pergi ke acara family gathering. Dokter spesialis anak dr. Andreas, M.Ked (Ped) Sp.A mengungkapkan ini bukan tentang baby blues, tapi memang kemungkinan si ibu memiliki ‘gangguan bawaan.’ Maka dari itu sebagai orang terdekat jangan anggap remeh gejala apapun yang mengarah pada penyakit mental dari seorang ibu yang tengah mengasuh bayi. Karena bayi bisa menjadi korbannya.

Ibu mengalami stres

Ibu mengalami stres

Ini bukan pertama kalinya kita melihat ada kasus yang membuat kita merasa miris. Saat yang lain banyak yang mendambakan kehadiran seorang malaikat kecil namun belum kunjung dikaruniai, ternyata banyak yang menyia-nyiakan karunia Tuhan yang sangat berharga itu.

Kasus yang baru-baru ini viral, seorang ibu yang tega meninggalkan anak bayinya yang ternyata telah meninggal dunia untuk pergi ke acara family gathering di Yogyakarta bersama suami dan anak pertamanya. Jenazah bayi tersebut kemudian dititipkan ke neneknya, yang tak lain adalah ibu dari si tersangka. Bahkan kabarnya, ibu paruh baya yang dititipi jenazah cucunya tersebut sempat diancam agar tidak menceritakan kepada orang lain mengenai kondisi cucunya yang telah terbujur kaku tersebut.

Baca Juga  Bunda, Yuk Ajarkan Anak Diet Kantong Plastik! Begini Caranya

Namun karena tak tahan, akhirnya sang nenek menceritakan ke tetangganya yang kemudian oleh tetangganya langsung dilaporkan ke pihak kepolisian. Setelah dilaporkan ke polisi kisah ini menjadi viral. dr. Andreas yang berpraktik di EMC Hospital ini melihat bahwa kasus ini bukan tentang masalah baby blues, lebih ke gangguan bawaan atau yang biasa kita sebut dengan inner child.

Inner child merupakan  sisi anak-anak yang hidup dan bersembunyi di balik diri kita. Seperti dilansir dari Healthline, psikiater Carl Jung mengatakan inner child ini dapat menjadi sumber kekuatan jika ia mendapatkan pengalaman yang positif. Karena pengalaman awal ini dapat memerankan peran penting dalam perkembangan manusia ketika ia beranjak dewasa.

Namun di sisi lain, ketika pengalaman masa kanak-kanak mempengaruhi kita secara negatif, inner child ini mungkin terus membawa luka-luka ini sampai kita dapat mengatasi sumbernya. Setiap orang yang memiliki inner child diharapkan dapat menyadarinya sehingga dapat segera mengatasinya. Jika tidak, maka fatal akibatnya.

dr. Andreas menyebutkan dalam kasus yang terjadi di Surabaya tersebut terjadi karena kemungkinan sang ibu memiliki memori panjang yang negatif dalam dirinya yang kemudian mempengaruhi perilakunya di masa sekarang. Menurutnya sang ibu pada masa kecilnya pernah mengalami masa di mana saat ia meminta sesuatu dengan cara tantrum langsung diberikan.

Baca Juga  Ingin Anak Bahagia? Kak Seto Beri 3 Tips Ini

Kemudian juga kemungkinan saat di rumah dia selalu dianggap benar dan tidak pernah ada yang melarang. Sehingga dia tidak pernah merasa bahwa dirinya salah, dan biasanya orang seperti ini anti-kritik atau tidak menerima kritikan dari orang lain. Sehingga saat dewasa ia akan merasa selalu benar dan tidak mau mendengar masukan dari orang lain.

Anak sedang makan

Anak sedang makan

Ibunya bukan nggak bisa kontrol emosi, dia tidak terbiasa mendapatkan kritikan atau tidak biasa mendapat teriakan, misalnya berantem sama suaminya, emosi, lalu bayi tidak tahu apa-apa kebetulan aja dia menangis, emosinya masih tertahan, lalu bayi menjadi sasaran untuk dia apain, dilempar, dipukul, jadi pelampiasan emosinya dia yang tidak terkendali,” tuturnya di kantor Generos, Tangerang Selatan, Rabu (29/6).

Maka dari itu penting untuk menyadari inner child dalam diri agar dapat segera diatasi. Orang-orang sekitar juga berperan besar, dalam hal ini suami yang seharusnya menjadi orang terdekat sang ibu. Suami yang baik seharusnya melihat tanda-tanda yang perlu diwaspadai dari istrinya. Sehingga suami bisa menjadi penenang dan memberikan bahu untuk bersandar bagi istrinya yang tengah kelelahan mengasuh anak sekaligus mengurus urusan rumah tangga.

Baca Juga  Bunda Wajib Tahu! Ini Dia Dampak Jangka Panjang Speech Delay Pada si Kecil

Selain itu, dr. Andreas juga menyoroti kondisi bayi yang baru berusia 5 bulan itu dikabarkan mengalami stunting. Ia menggambarkan fenomena ibu masa kini yang memiliki banyak ide namun terkadang kurang tepat dalam penempatannya. Hal itu seperti saat seorang ibu yang menyajikan makanan pendamping ASI (MPASI) yang hambar seperti anjuran dari dokter, namun juga memberikan cemilan kemasan, alih-alih memberikan cemilan sehat dan alami seperti ubi atau singkong.

Dengan kebiasaan memberikan cemilan kemasan tersebut akhirnya membuat sang anak terbiasa dengan rasa enak versi makanan instan, sehingga akhirnya anak kurang menyukai rasa makanan rumahan yang dibuat oleh ibunya. Anak yang seperti akan rentan kekurangan nutrisi sehingga akan mengalami stunting. Sehingga perlu digarisbawahi dalam memberikan makanan kepada anak terutama balita perlu memperhatikan kandungan nutrisinya, tidak bisa sembarangan asal anak mau makan.

 

Jangan Samakan Speech Delay dan Late Talker! Ini Dia Perbedaannya

GENEROS.ID - Umumnya, jika sang buah hati tidak kunjung bisa berbicara, biasanya orang tua akan langsung menyimpulkan bahwa bayinya mengalami speech delay. Kemampuan berbicara sendiri dapat dilakukan oleh setiap bayi pada usia yang berbeda-beda, namun ada saja sang...