Ayah dan Bunda pasti sudah memahami bagaimana anak balita sedang berada pada masa tumbuh kembang yang pesat, yang tentu saja tidak bisa kita lewatkan begitu saja. Apalagi yang berhubungan dengan perkembangan bicaranya, karena kemampuan bicara anak balita menjadi salah satu hal yang ditunggu-tunggu oleh semua orang tua.
Perkembangan bicara menjadi salah satu sorotan utama dalam memperhatikan tumbuh kembang anak balita. Orang tua yang memiliki anak balita dengan kemampuan bicara yang tidak sesuai dengan tahapan perkembangan sesuai usianya tentu merasa khawatir. Terkadang orang tua langsung menyimpulkan jika anaknya tengah mengalami terlambat bicara. Namun pernahkah Ayah dan Bunda bertanya apakah si Kecil benar-benar mengalami speech delay (terlambat bicara)? Ataukah ada keluhan lain?
Ayah dan Bunda perlu mengetahui bahwa gangguan keterlambatan bicara tidak hanya speech delay saja, namun ada juga speech disorder. Lalu apa perbedaan kedua istilah tersebut?
Daftar Isi
Speech Delay
Speech delay atau terlambat bicara terjadi ketika kemampuan bicara anak tidak sesuai dengan usianya. Untuk mendeteksi apakah anak mengalami keterlambatan bicara maka Ayah dan Bunda perlu mengetahui tahapan berbicara pada anak sesuai usianya.
Kendati dikatakan perkembangan setiap anak berbeda-beda, namun terdapat tolak ukur yang jelas untuk menentukan apakah anak sudah tumbuh dan berkembang secara normal atau tidak. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) telah memberikan tolak ukur yang jelas dalam tahapan perkembangan bicara pada anak usia dini. Di antaranya adalah sebagai berikut:

Perkembangan bicara bayi adalah bisa melakukan cooing atau berceloteh tanpa arti
Usia 0-6 bulan
- Saat lahir, bayi hanya dapat menangis untuk menyatakan keinginannya.
- Pada usia 2-3 bulan, bayi mulai dapat membuat suara-suara seperti “aah” atau “uuh” yang dikenal dengan istilah cooing. Ia juga senang bereksperimen dengan berbagai bunyi yang dapat dihasilkannya, misalnya suara menyerupai berkumur. Bayi juga mulai bereaksi terhadap orang lain dengan mengeluarkan suara.
- Setelah usia 3 bulan, bayi akan mencari sumber suara yang didengarnya dan menyukai mainan yang mengeluarkan suara.
- Mendekati usia 6 bulan, bayi dapat merespons terhadap namanya sendiri dan mengenali emosi dalam nada bicara. Cooing berangsur menjadi babbling, yakni mengoceh dengan suku kata tunggal, misalnya “papapapapa,” “dadadadada,” “bababababa,” “mamamamama.” Bayi juga mulai dapat mengatur nada bicaranya sesuai emosi yang dirasakannya, dengan ekspresi wajah yang sesuai.
- Waspada bila bayi tidak menoleh jika dipanggil namanya dan tidak ada babbling.
Usia 6-12 bulan
- Pada usia 6-9 bulan, bayi mulai mengerti nama-nama orang dan benda serta konsep-konsep dasar seperti ya, tidak, habis. Saat babbling, ia menggunakan intonasi atau nada bicara seperti bahasa ibunya. Ia pun dapat mengucapkan kata-kata sederhana seperti mama dan papa tanpa arti.
- Pada usia 9-12 bulan, ia sudah dapat mengucapkan mama dan papa (atau istilah lain yang biasa digunakan untuk ibu dan ayah atau pengasuh utama lainnya) dengan arti. Ia menengok apabila namanya dipanggil dan mengerti beberapa perintah sederhana (misal lihat itu, ayo sini). Ia menggunakan isyarat untuk menyatakan keinginannya, misalnya menunjuk, merentangkan tangan ke atas untuk minta digendong, atau melambaikan tangan (dadah). Ia suka membeo, menirukan kata atau bunyi yang didengarnya.
- Pada usia 12 bulan bayi sudah mengerti sekitar 70 kata.
- Waspada bila bayi tidak menunjuk dengan jari pada usia 12 bulan, dan ekspresi wajah kurang pada usia 12 bulan.
Usia 12-18 bulan
- Pada usia ini, anak biasanya sudah dapat mengucapkan 3-6 kata dengan arti, dapat mengangguk atau menggelengkan kepala untuk menjawab pertanyaan, menunjuk anggota tubuh atau gambar yang disebutkan orang lain, dan mengikuti perintah satu langkah (Tolong ambilkan mainan itu). Kosakata anak bertambah dengan pesat;
Membaca buku cerita bersama anak dapat mencegah Speech Delay
- Pada usia 15 bulan ia mungkin baru dapat mengucapkan 3-6 kata dengan arti, namun pada usia 18 bulan kosakatanya telah mencapai 5-50 kata. Pada akhir masa ini, anak sudah bisa menyatakan sebagian besar keinginannya dengan kata-kata.
- Waspada bila anak tidak bisa menyebutkan kata yang berarti pada usia 16 bulan
Usia 18-24 bulan
- Dalam kurun waktu ini anak mengalami ledakan bahasa. Hampir setiap hari ia memiliki kosakata baru. Ia dapat membuat kalimat yang terdiri atas dua kata (mama mandi, naik sepeda) dan dapat mengikuti perintah dua langkah. Pada fase ini anak akan senang mendengarkan cerita.
- Pada usia dua tahun, sekitar 50% bicaranya dapat dimengerti orang lain.
- Waspada bila tidak ada kalimat yang terdiri dua kata yang dapat dimengerti pada usia 24 bulan
Usia 2-3 tahun
- Setelah usia dua tahun, hampir semua kata yang diucapkan anak telah dapat dimengerti oleh orang lain. Anak sudah biasa menggunakan kalimat dengan 2-3 kata.
- Mendekati usia tiga tahun bahkan kalimatnya sudah terdiri dari tiga kata atau lebih – dan mulai menggunakan kalimat tanya. Ia dapat menyebutkan nama dan kegunaan benda-benda yang sering ditemui, sudah mengenal warna, dan senang bernyanyi atau bersajak (misalnya Pok Ami-Ami dan lagu anak-anak sederhana lainnya).
Usia 3-5 tahun
- Anak pada usia ini tertarik mendengarkan cerita dan percakapan di sekitarnya. Ia dapat menyebutkan nama, umur, dan jenis kelaminnya, serta menggunakan kalimat-kalimat panjang (lebih dari empat kata) saat berbicara.
- Pada usia empat tahun, bicaranya sepenuhnya dapat dimengerti oleh orang lain. Anak sudah dapat menceritakan dengan lancar dan cukup rinci tentang hal-hal yang dialaminya.
Speech Disorder
Setelah mengetahui tahapan perkembangan kemampuan bicara pada si Kecil, maka Ayah dan Bunda sudah dapat mengidentifikasi red flag kemungkinan anak mengalami keterlambatan bicara. Kemudian, gangguan perkembangan bicara anak selain speech delay yang perlu Ayah dan Bunda ketahui adalah
Speech disorder atau gangguan dalam berbicara pada anak adalah kondisi di mana seorang anak mengalami kesulitan dalam menciptakan suara untuk membentuk kata-kata dan kalimat. Kondisi ini disebabkan oleh adanya gangguan di otak.
Direktur Yamet Child Development Center Tri Gunadi menyebutkan bahwa rata-rata kasus speech disorder terjadi karena adanya gangguan pada area otak, seperti adanya racun dalam otak. Menurut Gunadi, logam berat adalah elemen yang kerap mencemari otak yang berbuntut pada speech disorder dan speech delay pada anak.
Speech diorder dibagi menjadi beberapa bentuk. Di antaranya adalah sebagai berikut:
1. Gagap (Stuttering)
Seperti dikutip dari Mayo Clinic, gagap merupakan sebuah kondisi gangguan bicara di mana orang atau anak yang gagap tahu apa yang ingin mereka katakan, tetapi mengalami kesulitan untuk mengatakannya. Misalnya, mereka mungkin mengulang atau memperpanjang kata, suku kata, atau suara konsonan atau vokal. Atau mereka mungkin berhenti saat berbicara karena mereka telah mencapai kata atau suara yang bermasalah.
Adapun beberapa gejala gagap yaitu:
- Kesulitan memulai kata, frasa, atau kalimat
- Memperpanjang kata atau suara dalam sebuah kata
- Pengulangan suara, suku kata atau kata
- Keheningan singkat untuk suku kata atau kata-kata tertentu, atau jeda dalam sebuah kata (patah kata)
- Penambahan kata-kata tambahan seperti “um” jika kesulitan pindah ke kata berikutnya diantisipasi
- Ketegangan, sesak, atau gerakan wajah atau tubuh bagian atas yang berlebihan untuk menghasilkan sebuah kata
- Kecemasan berbicara
- Kemampuan terbatas untuk berkomunikasi secara efektif
Kesulitan bicara gagap dapat disertai dengan:
- Kedipan mata cepat
- Tremor pada bibir atau rahang
- Gerakan yang tidak disengaja di area wajah
- Kepala tersentak
- Mengepalkan tangan
Disartria
Disartria adalah kondisi yang terjadi saat otot-otot yang kamu gunakan untuk berbicara terlalu lemah atau kamu kesulitan mengendalikannya. Alhasil, kondisi ini sering menyebabkan pengidapnya mengalami cadel atau berbicara terlalu lambat sehingga sulit dipahami.
Penyebab umum disartria termasuk di antaranya adalah gangguan sistem saraf dan kondisi yang menyebabkan kelumpuhan wajah atau kelemahan otot lidah atau tenggorokan. Adapun gejalanya adalah:
- Bicara cadel.
- Bicara lambat.
- Ketidakmampuan untuk berbicara lebih keras daripada bisikan atau berbicara terlalu keras.
- Bicara cepat yang sulit dimengerti.
- Suara hidung, serak, atau tegang.
- Irama bicara yang tidak rata atau tidak normal.
- Volume bicara tidak rata.
- Bicara monoton.
- Kesulitan menggerakkan lidah atau otot wajah.
Apraksia
Terjadinya apraksia ada hubungannya dengan gangguan kesehatan sistem saraf otak, tapi tak berhubungan dengan gangguan otot karena otot sama sekali tidak bermasalah. Karena kondisi kesehatan ini, penderitanya akan menjadi kesulitan dalam mengkoordinasikan gerakan anggota tubuh.

Saat Anak kesulitan dalam berbicara dapat terjadi tantrum yang berlebihan
Apraksia memiliki berbagai jenis, salah satunya apraksia bicara. Apraksia bicara bisa terjadi pada semua usia, baik orang dewasa maupun anak-anak. Pada kasus yang diderita oleh anak-anak, apraksia bisa saja terjadi karena faktor bawaan lahir karena apraksia diderita sejak lahir. Berbeda dengan keterlambatan bicara, apraksia bicara ini adalah kondisi di mana seorang anak tidak dapat mengoordinasikan bagian-bagian mulutnya untuk membentuk kata-kata.
“Pikiran itu ada di sana, tetapi pesannya tidak sampai ke mulut,” kata Christina Doelling, ahli patologi bicara di Rumah Sakit Anak Nationwide, di Columbus, Ohio, dilansir dari Parents.com. Namun kabar baiknya, jika ini bisa dideteksi lebih awal dan segera diberikan terapi wicara maka apraksia bicara bisa disembuhkan secara total.
Adapun beberapa gejala apraksia bicara pada anak adalah sebagai berikut:
- Anak mengalami kesulitan ketika harus mengucapkan konsonan dan vokal. Ia tak bisa mengucapkan konsonan maupun vokal tertentu.
- Anak mengalamo kesulitan ketika harus menggabungkan sumber suara yang berbeda dengan tujuan untuk pembentukan kata.
- Anak mengalami kesulitan ketika harus menghasilkan perkataan yang bisa orang lain pahami; dalam hal ini ada sedikit kemiripan dengan kondisi disartria.
- Bayi dengan apraksia akan lebih lamban dalam hal kemampuan berbicara. Kemampuan ini akan muncul lebih akhir apabila dibandingkan dengan bayi-bayi seumurnya.
- Anak mengalami kesulitan dalam pengucapan kata-kata, khususnya bila ia ingin berbicara dengan kata-kata yang panjang.
- Anak mengalami kesulitan ketika ia ingin berbicara spontan.
- Anak memberi tekanan yang salah pada suku kata yang ia ucapkan.
- Anak mengalami sulit makan.
Karena apraksia berkaitan erat dengan sistem saraf pusat, yaitu kerusakan saraf otak, maka pemberian nutrisi penunjang sangat diperlukan. Nutrisi penunjang ini berfungsi untuk mengoptimalisasi perbaikan saraf otak yang rusak dan mempercepat pertumbuhan saraf baru serta mengaktivasinya.
Dengan pertumbuhan saraf yang baru dan perbaikan saraf yang rusak dengan cepat maka terapi yang dilakukan pun lebih optimal karena anak bisa dengan mudah menangkap apa yang sedang dipelajarinya. Jika saraf otak sudah benar-benar tumbuh dengan pesat maka transfer perintah ke saraf oromotor di sekitar mulut yang berperan untuk berbicara juga akan dengan mudah dilakukan.
Jika dirasa buah hati Ayah Bunda mengalami keterlambatan maka sebaiknya Ayah dan Bunda segera melakukan tindakan, untuk mengidentifikasi apakah si Kecil mengalami speech delay atau speech disorder. Banyak sekali faktor yang menyebabkan keterlambatan berbicara pada anak, maka orang tua harus mendeteksinya terlebih dahulu untuk memberikan penanganan yang tepat. Jika perlu Ayah Bunda bisa membawa buah hati ke dokter untuk pemeriksaan lebih lanjut.