Setiap orang tua pasti menginginkan yang terbaik untuk anaknya. Mulai dari tumbuh kembang hingga bakat anak, semuanya harus sempurna. Tak jarang orang tua bersikap berlebih dalam pola asuh anak. Akibatnya makna sempurna bagi orang tua, malah bisa berdampak buruk untuk mental anak. Tentu saja Bunda tidak menginginkan hal ini terjadi bukan?
Berbicara mengenai mental anak, tentu bukan hal yang mudah juga untuk dipahami oleh orang tua. Bagaimanapun mental anak yang sehat menjadi perhatian dari tiap orang tua. Karena mental merupakan suatu sistem pada anak sebelum ia mengekspresikan beruma emosi. Apalagi saat anak sedang dalam masa golden age. Pada masa ini mereka akan belajar melupakan emosi yang sering menyebabkan tantrum.
Menurut psikolog Tioni Asprilia, M.Psi, orang tua harus lebih sabar dalam mengajarkan emosi pada anak. Biarkan mereka memahami dulu emosi yang mereka rasakan. Jangan terlalu kaku ataupun ketat saat anak sedang meluapkan emosi, bahkan sampai melarang ia menangis. Mental maupun lupana emosi pada anak bisa dipengaruhi oleh gaya pola asuh orang tua terhadap anak.
“Pada usia ini, yang harus dilakukan orang tua mungkin bukan mengontrol secara strict bagaimana mereka mengeluarkannya, seperti bilang jangan menangis atau diancam-ancam. Tetapi bantu anak untuk mengakui apa yang mereka rasakan merasa apa. Terus di label-in “oh kamu merasa ini ya, kenapa?” Jadi anaknya tahu perasaan apa yang dirasakan, datangnya dari mana, karena hal apa. Mulai mengenalkan emosi dan ajak bicara anak. Intinya, orang tua harus lebih sabar dan tenang,” tuturnya
Daftar Isi
Pengaruh Pola Asuh terhadap Mental Anak
Istilah pola asuh merujuk pada orang tua yang mendidik, membimbing, mendisiplinkan, maupun melindungi anak dalam proses menuju kedewasaan. Tujuannya agar perilaku anak sesuai dengan norma ataupun nilai baik saat mereka sudah berada di lingkungan masyarakat.Pola asuh orang tua yang baik akan berdampak pada kesehatan mental anak. sebaliknya, pola asuh orang tua yang terlalu mengekang dan berlebihan juga tidak bagus, bahkan berdampak buruk untuk mental anak.
Mengapa demikian? Sejak anak lahir, mereka bagaikan kertas putih kosong dan bersih. Oleh sebab itu, orang dewasa sekitarnya (orang tua) yang akan mengisi kertas putih tersebut. Artinya apa yang Ayah dan Bunda ajarkan akan ditiru oleh anak langsung. Dampaknya anak akan mengingat apa yang sudah orang dewasa sekitarnya lakukan.

Pola asuh memengaruhi mental anak hingga ia dewasa
Salah satu kasus yang dilansir oleh BBC menceritakan seorang wanita berumur 25 tahun, sikap orang tuanya masih overprotektif. Akibatnya ia sulit mendapatkan teman dan merasa canggung saat bersosialisasi. Padahal usianya cukup dewasa untuk bersosialisasi dengan orang lain. Sayangnya, orang tua wanita terseut akan tetap mengawasi pergerakannya bahkan hingga ia dewasa.
Yups! Mungkin kisah wanita ini bisa dikenal dengan strict parenting. Nyatanya, pola asuh ini mungkin dianggap baik karena anak tidak akan melakukan perilaku yang tidak baik di masyarakat nantinya. tetapi sisi lain anak akan sulit untuk menentukan keputusan sendiri, bahkan sulit bersosialisasi. Tak hanya strict parenting, ada dua pola asuh lainnya yang bisa berdampak buruk untuk mental anak. Simak penjelasannya berikut ini
3 Jenis pola asuh yang Berdampak Buruk Untuk Mental Anak
Pola Asuh helikopter atau Heicopter Parenting
Istilah helicoptaer parenting sudah muncul pada tahun 1990 an. Julukan ini merujuk pada orang tua yang terlalu terlibat dan mengawasi semua aktivitas dalam kehidupan anak. Khususnya urusan akademik maupun prestasi. Sebenarnya pola asuh helikopter ini mempunyai tujuan yang baik. Orang tua akan memberikan dukungan emosi maupun material untuk anak sebaik mungkin.
Namun seiring bertambahnya usia anak, ia ingin lebih dan menentukan hidupnya sendiri. Hal ini lah yang membuat orang tua sulit untuk melepaskan anak mereka, karena takut pilihan anak akan salah.
Dampak dari pola asuh helikopter yaitu anak bisa lebih mudah cemas dan depresi. Tak hanya itu, anak sulit untuk belajar mandiri. yang berdampak pada kesulitan dalam menentukan keputusan. Ini terjadi secara nyata. Sebuah studi dari Florida melakukan penelitian terhadap 457 mahasiswa untuk menunjukan kinerja mereka selama di sekolah. Hasilnya, mahasiswa yang diasuh dengan metode helikopter ini lebih mudah merasa kelelahan dan burnout.
Overparenting: Pola Asuh yang Bisa Berlebihan
Pernahkan Bunda sudah berusaha semaksimal mungkin untuk memberikan anak kasih sayang, selalu memuji anak, dan tidak pernah menyalahkan mereka sekalipun. Bahkan saking takutnya anak sakit, Bunda selalu mengarahkan anak untuk tidak main hujan atau terlalu banyak aktivitas di luar. Hati-hati lho Bunda! Walaupun bagus, ternyata ini merupakan tanda-tanda overparenting.
Dilansir dari situs CNBC, psikolog klinis Judith Locke overparenting bisa merujuki pada dua hal yaitu, pertama orang tua yang terlalu baik kepada anak, sehingga selalu melakukan tugas anak dan tidak membiarkan anak untuk melakaukan tugas pekerjaan rumah. Kedua, orang tua yang terlalu berlebihan dalam memberikan pujian.
Dengan overparenting, mental anak tak terbiasa dengan kritikan yang membangun dirinya. Anak lebih mudah merasa down saat mendapatkan kritikan. Dalam kehidupan sosial anak kedepannya, ia akan kesulitan mengembangkan bakat karena sudah dianggap sempurna oleh orang tuanya.
Strict Parenting
Tujuan dari orang tua melarang ini atau itu bisa berdampak baik untuk anak. Orang tua yang menerapkan pola asuh ini beranggapan akan membentuk perilaku yang baik dan membuat anak hebat. Namun, ketika larangan itu berlebihan, dampak buruk akan menimpa mental anak.
Menurut Tioni, tidak bagus untuk orang tua dalam memaksakan keinginan pada anak. rang tua juangan terlalu strict dengan memaksakan ekpetasi. umumnya juga, orang tua yang stict juga minim emnunjukan kasih sayag. hanya lebih membatasi pergerakan anak. Dengan begitu, anak akan lebih mudah depresi dan tidak berkembang untuk kehidupan sosialnya.
Memang pola asuh tidak bisa disamakan satu sama lain, karena setiap anak itu unik. Antara anak satu dengan lainnya tidak bisa dibandingkan, bahkan antat saudara kandung sekalipun. Maka, pola asuh harus disesuaikan denhgan anak masing-masing. Jika ingi anak mental baik, beri dia kubutuhan psikologis dengan rasa aman. Berikan kasih sayang yang pantas untuk anak, agar mereka memilki sifat gangat dan bisa berempati kepada orang lain.