Banyak yang masih menganggap bahwa speech delay atau terlambat bicara bukanlah sebuah kondisi serius yang perlu perhatian khusus. Beberapa orang tua masih berkeyakinan bahwa jika anaknya mengalami keterlambatan bicara, terutama yang memiliki riwayat keturunan yang juga mengalami terlambat bicara, akan bisa berbicara pada saat yang tepat.
Mungkin keyakinan ini tidak salah, tapi kita tidak pernah tahu sampai kapan si Kecil benar-benar bisa berbicara. Kita juga tidak pernah tahu apa yang menghambat si Kecil untuk berbicara. Jika penyebabnya cukup fatal maka akan semakin fatal jika dibiarkan begitu saja tanpa ada penanganan.
Salah satu penelitian paling komprehensif yang dilakukan di bidang ini, seperti yang dirangkum dalam Getting Smart, meneliti apakah anak-anak dengan keterlambatan bahasa reseptif akan mengalami peningkatan risiko dalam masalah sosial, emosional, dan perilaku saat dewasa. Para peneliti menggunakan tes standar untuk mengukur kemampuan bahasa untuk 7.000 anak pada usia 5 tahun.
Para peneliti tersebut menindaklanjuti penelitiannya dengan anak-anak ini hampir tiga dekade kemudian, ketika anak-anak itu sudah berusia 34 tahun. Pihaknya menemukan bahwa mereka lebih mungkin mengalami masalah kesehatan mental dibandingkan mereka yang tidak mengalami keterlambatan perkembangan bahasa.
Selain itu, akar penyebab masalah perilaku bisa jadi karena seorang anak tidak memiliki keterampilan atau mekanisme untuk mengekspresikan diri mereka secara memadai. Ini akan terlihat sebagai kemalasan atau pembangkangan kepada guru mereka. Jika tidak memahami kondisinya maka guru serta merta menghukumnya. Padahal bukan itu maksud si anak.
Lebih parah lagi jika judgement atau pelabelan itu terus menerus diberikan, yang akhirnya sang anak meng-amin-i bahwa dirinya adalah anak nakal. Maka seperti terhipnotis, selamanya ia akan berlaku layaknya anak nakal seperti yang telah dilabelkan kepadanya. Label ini juga bisa mencegah kemauan anak untuk belajar, yang akhirnya menghambat prestasi akademiknya.
Korelasi Speech Delay dengan Prestasi Akademik
Faktanya speech delay tidak hanya berdampak pada kesehatan mentalnya, tapi juga akademiknya. Banyak penelitian telah menunjukkan bahwa kemampuan anak kecil untuk berkomunikasi secara verbal sangat berkorelasi dengan keterampilan sastra mereka. Faktanya, menurut American Speech-Language-Hearing Association (ASHA), yang merupakan badan profesional dan kredensial untuk ahli patologi wicara dan bahasa, ada korelasi tinggi antara masalah komunikasi dan membaca dan menulis.
Ayah dan Bunda bisa menilik dari kemampuan mengenali dan membedakan bunyi ujaran atau disebut kesadaran fonologis. Kesadaran fonologis sangat penting karena ketika anak-anak belajar menguasai bunyi-bunyi ujaran, mereka mulai memetakannya ke dalam huruf-huruf yang dicetak dalam buku. Ini akan membentuk dasar keterampilan membaca dan menulis mereka.
Mengapa demikian? Hal itu karena sebagian besar membaca dan menulis adalah kegiatan berbasis bahasa. Belajar membaca membutuhkan dua keterampilan utama yaitu mengenali kata-kata dan pemahaman. Anak-anak harus mampu mengisolasi, mengucapkan, dan memanipulasi bunyi dan huruf yang membentuk kata-kata dalam teks tertulis, dan kemudian memperoleh makna dari kata-kata tersebut untuk memahami apa yang mereka baca.
Anak-anak juga harus mampu menginterpretasikan makna dari teks yang dicetak. Salah satu persepsi yang salah adalah bahwa anak-anak yang mahir membaca juga dapat memahami apa yang dibacanya dengan baik. Padahal belum tentu demikian, banyak anak-anak yang bisa membaca dengan lancar tetapi kesulitan mengingat apa yang terjadi dalam sebuah cerita, berpikir kritis, memahami fakta atau fiksi, atau membuat prediksi tentang apa yang akan terjadi selanjutnya.
Ini karena pemahaman bahasa tidak hanya berasal satu keterampilan, tetapi latar belakang dari beberapa keterampilan yang harus ditingkatkan secara kolektif agar anak-anak menunjukkan kemajuan. Hal itu termasuk kemampuan bahasa anak, memori kerja dan kemampuan kognitif, perhatian dan kemampuan mereka untuk fokus, dan kecepatan mereka memproses informasi. Sementara kesadaran dan pemahaman fonologis adalah keterampilan yang berbeda secara teknis, perkembangannya sangat dua arah.
Memastikan Penyebab Speech Delay
Untuk mengetahui penyebab pasti speech delay hanya bisa diketahui setelah dilakukan observasi oleh ahlinya, yaitu tenaga medis. Terdapat beberapa penyebab terlambat bicara, menurut Health Line bisa karena gangguan pendengaran, terdapat permasalahan mulut, lidah dan langit-langit, memiliki gangguan bicara dan bahasa, masalah neurologis, autisme, atau hanya kurang stimulasi. Jika anak mengalami terlambat bicara hanya karena kurang stimulasi maka orang tua maupun pengasuh perlu lebih serius dalam mendampingi anak belajar berbicara.
Namun jika terdapat permasalahan lain, maka orang tua juga harus siap memberikan penanganan yang tepat sesuai yang dibutuhkan. Lalu apakah jika anak yang mengalami terlambat bicara namun tidak kunjung mendapatkan penanganan yang tepat akan berdampak buruk? Tentu saja. Dalam jangka pendek, anak yang mengalami speech delay juga akan mengalami keterlambatan tumbuh kembangnya.
Apalagi, pada usia tersebut anak sedang aktif-aktifnya tumbuh dan berkembang, atau yang biasa disebut masa golden age tumbuh kembang anak. Sementara saat anak mengalami kesulitan berbicara karena mengalami speech delay maka saat anak sedang dalam tahap perkembangan emosinya yaitu masih sering tantrum akan membuatnya lebih parah. Dan itu tidak baik untuk kesehatan mentalnya, ingat, anak yang bahagia akan lebih maksimal tumbuh kembangnya.