Berbagai fakta ilmiah tentang dampak pertengkaran orang tua terhadap anak telah dikemukakan oleh beberapa ahli. Maka dari itu sebisa mungkin orang tua dapat menghindarinya agar dampak buruk tersebut tidak menimpa kepada sang buah hati. Mengingat dampak buruknya bukanlah hal yang sepele, bahkan bisa mempengaruhi kesehatan mental dan karakter si Kecil di masa depan.
Namun terkadang fakta di lapangan mengatakan lain, sehingga pertengkaran antara ayah dan bunda pun tak dapat terelakkan lagi. Memang konflik antarpasangan merupakan suatu hal yang tidak bisa dihindari, maka yang dapat dilakukan Ayah dan Bunda adalah mengupayakan agar konflik yang terjadi tidak sampai melukai anak-anak. Bahkan Ayah dan Bunda dapat membalikkan keadaan dengan mengajarkan kepada anak-anak dalam mengatasi konflik secara bijak.
Aturan Saat Bertengkar di Depan Anak
Perdebatan mengenai pola asuh merupakan pemicu pertengkaran orang tua pada umumnya. Dan biasanya gaya pengasuhan dari kedua orang tua kerap berbeda. Itu merupakan hal yang wajar, mengingat keduanya berasal dari keluarga, latar belakang, bahkan budaya yang berbeda.
Sehingga para ahli sepakat bahwa tidak masalah jika Ayah dan Bunda memiliki gaya pengasuhan yang berbeda. Perbedaan pola asuh ini maksudnya yang berkaitan dengan karakter pribadi masing-masing. Misalnya yang satu lebih terbuka dan lainnya lebih pendiam. Kemudian akan muncul masalah ketika gaya yang saling bertentangan itu menghasilkan ketidaksepakatan tentang keputusan apa yang harus dibuat mengenai disiplin dan aturan dasar.
Misalnya jika salah satu pasangan dibesarkan dengan rutinitas tidur yang ketat dan yang lain dibesarkan dengan pendekatan yang lebih longgar terhadap kebiasaan tidur baik di siang maupun di malam hari. Maka Ayah dan Bunda harus bisa menemukan titik temu agar keputusan keduanya sama. Karena jika tidak, ini akan membuat si Kecil kebingungan.
1. Tidak Bertengkar tentang Anak di Depannya
Terkadang anak memang perlu untuk melihat pertengkaran agar ia dapat belajar dalam menangani konflik. Selain itu juga memahami bahwa konflik merupakan salah satu bagian dari kehidupan.
Namun perlu ditekankan di sini bahwa pertengkaran yang ia lihat sebagai teladan adalah pertengkaran yang sehat. Pertengkaran sehat itu yaitu dalam berdebat juga ada penyelesaian, sehingga anak akan belajar bagaimana menyelesaikan masalahnya dengan orang lain ketika ia harus berkonfrontasi saat ia dewasa kelak.
Kendati demikian, orang tua tidak diperbolehkan berdebat atau bertengkar di depan anak saat topik perdebatan tersebut adalah tentang si anak itu sendiri atau masih berhubungan dengannya. Seorang terapis pernikahan dan keluarga dari Atlanta Lori Whatley menjelaskan bahwa anak yang pernah melihat orang tuanya bertengkar karena dirinya dapat mengalami depresi, cemas karena merasa telah melanggar peraturan, dan bisa juga bersikap agresi atau melakukan kekerasan fisik saat marah atau kecewa.
Maka dari itu, jika Ayah atau Bunda ada ketidaksepemahaman terkait dengan anak sebaiknya untuk ditunda dulu penyampaiannya sampai si Kecil tidak bisa mendengar apa yang sedang diperdebatkan Ayah dan Bunda. Ayah dan Bunda bisa membicarakannya saat si Kecil sudah tidur.
2. Tunjukkan bahwa Orang Tua Tetap Kompak
Terkadang perselisihan justru dibutuhkan karena perselisihan menandakan adanya komunikasi yang baik dalam mengelola rumah tangga. Ini menandakan bahwa keduanya memiliki keinginan untuk membawa keluarganya ke arah yang lebih baik.
Meskipun terkadang terjadi perdebatan, namun orang tua perlu untuk selalu menunjukkan kepada anak-anak bahwa kedua orang tuanya tetap kompak meski terkadang bertengkar. Untuk dapat menunjukkan bahwa orang tua tetap kompak meski terkadang berselisih paham membutuhkan sikap berjiwa besar dari keduanya.
Ayah dan Bunda perlu menurunkan ego masing-masing agar dapat menyelesaikan perselisihan dengan baik. Bahkan seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, cara Ayah dan Bunda dalam menyelesaikan perselisihan dapat menjadi contoh bagi anak-anak. Jadi, sudah seharusnya orang tua bisa memberikan contoh yang baik dengan menyelesaikan perselisihan dengan solusi yang baik dan dapat diterima semua pihak.
Jika Ayah dan Bunda tidak bisa menunjukkan untuk tetap bersatu, maka anak akan menangkap sebagai kelemahan orang tuanya, yang nantinya dapat menjadi bumerang dan dijadikan anak sebagai bahan kesalahan orang tuanya.
3. Jangan Saling Menyalahkan
Memperlihatkan perdebatan sengit antara Ayah dan Bunda di depan anak akan menjadi hal yang buruk ketika Ayah dan Bunda terus saling menyalahkan dan tidak dapat menurunkan ego masing-masing. Teruslah berlatih untuk menurunkan ego agar pertunjukan perdebatan saling menyalahkan itu tidak menjadi tontonan rutinitas bagi anak-anak.
Sebaliknya, saat berselisih paham sebisa mungkin untuk mendengarkan pendapat dari sudut pandang masing-masing. Ini juga dapat melatih Ayah dan Bunda untuk lebih memahami satu sama lain, bahkan dengan demikian dapat semakin memupuk rasa cinta dan kasih sayang dari Ayah dan Bunda terhadap pasangan yang akan menemani kalian hingga akhir hayat.
4. Jangan Sekalipun Meremehkan Pasanganmu
Terkadang anak berkonfrontasi dengan Bunda karena aturan ketat yang diterapkan kepadanya. Jika Ayah dan Bunda memang memiliki gaya pengasuhan yang berbeda, ini saatnya untuk saling memahami dan tetap kompak di tengah perbedaan tersebut.
Ayah dan Bunda jangan pernah membuat si Kecil merasa Ayah dan Bundanya tidak kompak karena Ayah atau Bunda meremehkan pasangannya di depan anak. Jika demikian maka sulit bagi anak untuk belajar disiplin dan akan ada efek jangka panjang lain yang lebih besar.
Jika anak kesal hingga tantrum karena Bunda melarangnya memakan permen, sedangkan menurut Ayah boleh-boleh saja memakan permen, maka sebaiknya Ayah tidak mengacaukan aturan yang Bunda berikan kepada si Kecil dengan mengatakan “Bunda ngga asyik ya, sini peluk dulu.”
Dengan mengatakan hal seperti itu berarti meremehkan Bunda yang telah menetapkan aturan yang tidak disukai anak. Sehingga anak akan menganggap Bunda sebagai sosok yang kejam atau buruk. Memang Ayah sebaiknya berempati saat anak tantrum, namun tidak dengan ikut berkonfrontasi dengan Bunda dan membela si Kecil.
Daripada mengatakan kalimat seperti tersebut, sebaiknya Ayah mengatakan begini “Kamu sedih ya tidak bisa makan permen? Ayah paham kok, tapi Bunda benar sayang, jika kamu makan permen terus-menerus nanti kamu bisa sakit gigi.”
Tips Mengurangi Pertengkaran di Depan Anak
Sulit untuk mencegah pertengkaran dengan pasangan saat berselisih paham. Namun karena telah mengetahui dampak buruk bagi mental anak saat melihat orang tuanya bertengkar, maka sebaiknya Ayah dan Bunda bisa mengurangi berkonfrontasi satu sama lain jika sedang di depan anak.
Beberapa hal ini akan membantu Ayah dan Bunda untuk membiasakan diri mengurangi pertengkaran saat di depan anak jika dapat diterapkan dengan baik. Berikut tips-tips yang dapat Ayah dan Bunda terapkan di rumah:
1. Turunkan Ego
Menurunkan ego demi kedamaian rumah merupakan hal yang harus dapat dilakukan oleh setiap orang tua. Karena kenyamanan dan ketenangan rumah bergantung pada kondisi hati kedua orang tua. Jika orang tua berada pada kondisi yang buruk maka itu dapat mempengaruhi kondisi mental anak-anak dan akhirnya rumah seperti neraka.
Dengan terus berlatih untuk dapat menurunkan ego maka intensitas pertengkaran dari pasangan suami istri juga akan berkurang, baik di depan maupun di belakang anak. Tentu ini akan berdampak positif secara jangka panjang, karena dengan begitu pasangan suami istri akan lebih harmonis.
Menurunkan ego ini tidak sama dengan memendam perasaan ya Ayah Bunda. Karena isi hati atau uneg-uneg tentang pasangan itu harus tetap diungkapkan, karena jika tidak maka itu akan meledak suatu saat nanti dengan kondisi yang sangat buruk.
Menurunkan ego berarti berempati dengan keadaan dan sudut pandang dari pasangan. Selain itu juga untuk berlapang dada memaafkan kesalahan-kesalahan kecil yang dilakukan dengan senantiasa mengingat bahwa tidak ada manusia yang sempurna. Bahkan diri sendiri pun juga pernah dan mungkin juga sering melakukan kesalahan.
2. Jaga Komunikasi Tetap Lancar
Setiap pasangan suami istri perlu untuk menjaga komunikasi agar tetap lancar. Karena komunikasi merupakan salah satu kunci agar hubungan rumah tangga tetap harmonis. Bagaimanapun, karena telah lama hidup bersama maka akan sangat rentan terlibat konflik. Maka dari itu untuk menghindari adanya konflik-konflik yang tidak diinginkan maka mengupayakan agar komunikasi tetap terjaga.
Menjaga komunikasi dengan pasangan terkadang menjadi hal yang dilupakan. Pasangan suami istri yang sudah lama tinggal serumah bisa saja lupa jika komunikasi mereka ternyata tidak lancar. Mereka hanya berpikir sudah biasa untuk melakukan ini itu pasti pasangan sudah mengetahuinya, padahal itu belum tentu.
Jadi bagi setiap pasangan, sebaiknya selalu komunikasikan dengan pasangan jika ingin melakukan sesuatu meskipun itu sudah biasa dilakukan. Selain itu, untuk uneg-uneg yang dirasakannya tentang pasangannya, sebaiknya segera dikomunikasikan baik-baik.
Jangan pernah meremehkan uneg-uneg karena jika tidak disampaikan dan hanya terpendam dapat menimbulkan konflik yang lebih besar. Satu hal yang perlu diingat, masalah yang dipendam sendiri tidak akan dapat terselesaikan sampai kapan pun. Kalaupun si pemendam uneg-uneg merasa tidak perlu untuk disampaikan karena hal biasa, sebenarnya ia hanya sedang memenuhi perasaannya dengan emosi negatif.
Emosi negatif yang menumpuk tidak baik untuk dirinya sendiri. Karena menurut teori psikologi emosi yang dipendam bisa berpengaruh negatif terhadap kondisi fisik maupun mental, serta tidak jarang memberikan dampak buruk pada hubungannya dengan orang lain, baik dengan pasangan maupun orang lain.
3. Gunakan Isyarat
Daripada meninggikan intonasi bicara hingga berteriak saat tidak sepakat dengan pasangan lebih baik memasang ekspresi wajah yang menandakan ketidaksepakatan namun dengan pembawaan yang tenang. Terlebih ketika di depan anak, sebaiknya memberikan isyarat kepada pasangan bahwa Ayah atau Bunda tidak suka atau tidak sepakat dengan pernyataan pasangan.
Jika ada salah satu pihak yang ingin memulai pertengkaran maka satu pihak yang masih ‘mindful’ dengan keadaan sekitar di mana ada anak di sekitar mereka, dapat mengingatkan pasangannya agar menunda untuk meluapkan emosinya. Bisa mengingatkan dengan menggunakan isyarat tertentu agar suami maupun istri yang ingin marah bisa meredamnya terlebih dahulu.
Bagi pihak yang sedang dalam keadaan marah bisa menepi dulu sejenak untuk bisa meredam emosinya, jika ia kesulitan untuk meredam emosi langsung di depan pasangannya. Dengan menggunakan isyarat tersebut maka Ayah dan Bunda dapat mencegah terjadinya pertengkaran yang heboh yang dapat mempengaruhi mental anak.
Sekali lagi, untuk dapat mengurangi ‘kebiasaan’ memulai pertengkaran di depan anak memang butuh latihan. Sehingga Ayah dan Bunda perlu untuk terus berlatih dan bersabar ketika menghadapi situasi tersebut.